Selalu Bersamaku.

Posted by Sarah Audrey Christie , Rabu, Mei 04, 2011 20.52


Sedalamnya hatiku Kaupun tahu
dan kasih Mu tak jauh dalam jiwaku
Didalam kesesakan didalam kemenangan
Ku tahu Engkau selalu bersama ku

Sedalamnya hatiku Kaupun tahu
dan kasih Mu tak jauh dalam jiwaku
Didalam kesesakan didalam kemenangan
Ku tahu Engkau selalu bersama ku

Hanya Kau tempat ku berlindung
Hanya Engkau lagu ku dan kekuatan ku
Ijinkanlah kudatang menyembah membawa syukur ku

Sedalamnya hatiku Kaupun tahu
dan kasih Mu tak jauh dalam jiwaku
Didalam kesesakan didalam kemenangan
Ku tahu Engkau selalu bersama ku


Hari ini, aku mendengar lagu karya Sidney Mohede ini terputar lagi di ponselku, setelah beberapa lama aku tak mendengarnya. Dalam sekejap aku tahu, Tuhan ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Ia pun seakan-akan membawa memoriku kembali ke masa-masa itu. Masa-masa yang kelam, yang kupikir tidak dapat kulewati. Masa-masa ketika Mama meninggal di bulan Desember 2010.

Sudah lewat 4 bulan sejak Mama pergi untuk selamanya. Dan aku masih ingat benar, bagaimana rasanya, bagaimana sakitnya, dan bagaimana hancurnya hatiku pada saat itu. Dan bagaimana aku berpikir bahwa mungkin, aku tidak akan dapat melalui semua ini. Bahwa aku sebaiknya berhenti, menyerah, dan menutup mataku terhadap kenyataan yang terlalu menyakitkan.

Dalam kehampaan yang terasa begitu sepi itu aku berkali-kali bertanya mengapa ini harus terjadi, dan karena aku tidak memperoleh jawaban yang cukup masuk akal, maka berkali-kali pula aku mengatakan kepada Tuhan, “Bapa, jika aku gagal melalui semua ini, aku harap Kau mengerti. Mungkin memang aku tidak cukup kuat untuk hal-hal seperti ini. Mungkin kau salah memilihku untuk situasi ini”. Aku berkata bahwa aku tidak sanggup, karena memang pada saat itu, terlalu banyak rasa sakit yang mengikuti kepergian Mama. Terlalu banyak ‘gempa’ susulan yang mengikuti gempa pertama. Jadi aku pikir, ini terlalu besar untukku, dan aku kira aku tidak siap untuk hal-hal yang seperti ini. Pada saat itu, aku pun berpikir sederhana. Kelihatannya aku harus bersiap-siap tinggal dalam gua kekelaman ini untuk seterusnya. Aku sebaiknya tidak membuat rencana masa depan, karena mungkin aku akan terdampar di sini selamanya. Pada saat itu, sebatas itulah harapanku. Mataku dibutakan oleh kedukaan, sehingga aku tidak dapat melihat Tuhan. Harapanku terlalu kecil dan semakin kecil jika dibandingkan dengan Tuhan yang besar.

Aku masih ingat, bagaimana pada masa-masa itu, lagu inilah yang terputar terus di telingaku dan berulang bait demi baitnya di dalam hatiku. Dan setiap kali lagu ini dialunkan, setiap kali itu juga aku merasa Tuhan ada di sana bersamaku. Ia berlutut di tanah yang lembab lalu duduk di sebelahku di dalam gua yang kelam itu. Tanah yang basah mengotori jubahNya, tapi Ia tak begitu peduli. Ia mengangkat wajahku yang bersimbah air mata dan dengan lembut berkata, “Aku ada di sini, Anakku, Aku ada di sini. I hear you, and I am with You.  Karena itu kamu harus bisa, Aku tahu kamu bisa, karena Aku ada di sini. Aku tidak akan pergi, Aku akan duduk bersamamu di sini dan menunggu sampai kamu siap untuk keluar. Dan jika kamu sudah siap, peganglah tanganKu dan selamanya aku tidak akan melepaskanmu, kamu bisa mempercayaiKu untuk itu, Aku akan membawamu keluar dari sini. Jangan takut. Sebab kamu tidak akan pernah sendirian. Aku ada di sini…”

Dan entah kapan tepatnya, tapi aku akhirnya memberanikan diriku untuk meraih tangan Tuhan demi bangkit dari keputusasaanku, aku memegang tanganNya erat-erat dan dengan takut aku melangkah. Melalui kekelaman, melalui dinginnya malam, melalui rasa sakit demi rasa sakit. Sampai di suatu masa yang mencekam itu, samar-samar kulihat cahaya di ujung kegelapan. Aku memegang tanganNya semakin erat, lalu Dia tersenyum dan mengajakku berjalan lebih cepat, Ia mengencangkan pegangan tanganNya dan mulai membawaku berlari, dan berlari lebih kencang, menuju cahaya itu. Dan sepanjang kami berlari itu Dia terus mengatakan kepadaku, “Percayalah, Aku masih di sini, Aku memegangmu, kamu tidak akan jatuh, Aku ada di sini, percayalah padaKu, dan mari kita berlari ke cahaya itu!”

Hari ini, di pagi yang cerah ini, aku melihat diriku sendiri, berdiri di sini. Di tempat yang terang, sangat terang. Dan aku baru sadar, bahwa aku sudah di luar. Aku sudah di luar! Hey, aku sudah di luar gua kekelaman itu! Ternyata aku sudah keluar! Ah, aku baru sadar! Tapi jika kupikir-pikir, sepertinya aku memang sudah berada di luar, karena aku merasa sangat baik. Aku merasa ‘hidup’ kembali. Dan untuk pertama kalinya sejak saat itu, aku bisa mengatakan bahwa aku masih punya kesempatan untuk bahagia. Aku masih punya masa depan yang penuh harapan.

Aku sungguh bersyukur aku bisa berada di sini dan mengatakan bahwa hidupku indah, dan hidupku masih berlanjut, dan perjalananku belum akan berhenti dalam waktu dekat. Aku bersyukur bahwa aku bisa bangun di pagi hari dan tersenyum kepada Tuhan karena aku sungguh merasa bahagia. Aku bersyukur karena aku dapat kembali menari mengikuti alunan lagu Elvis Presley. Aku bersyukur karena aku dapat kembali menuliskan semua pemikiranku ke dalam kata-kata yang bermakna. Aku bersyukur karena meskipun hujan selalu mengguyurku sepulang kerja, aku tetap tersenyum atau bahkan tertawa. Aku bersyukur karena aku menemukan teman-teman lamaku dan ternyata mereka masih sama. Aku bersyukur, karena hal-hal yang sederhana. Aku bersyukur karena ternyata aku tidak kekurangan, tetapi justru berkelimpahan dengan sukacita. Dan jika aku dapat berada di sini dalam keadaan yang sangat baik ini, aku percaya bahwa semua itu semata-mata karena Tuhan. Tuhan yang tidak terlihat tetapi juga tidak terkalahkan. Yang terlalu besar untuk kuukur dengan logika. Tuhan yang mau mengotori jubahNya untuk duduk di gua yang lembab hanya supaya Aku tak merasa sendirian. Tuhan yang kemudian memegang tanganku dan membawaku keluar dari segala perasaan yang mencekam itu, dan yang tidak pernah meninggalkanku, walau sedetik pun tidak. Tuhan yang mendengar erangan kesedihanku, tapi tidak memarahiku atau dengan dingin mengatakan “Jangan menangis, aku tidak suka melihat orang yang menangis”. Malahan Ia berkata “Menangislah, menangislah sekeras-kerasnya, Aku mendengarmu, Aku menangis bersamamu, tetapi setelah itu bangkitlah, bangkitlah bersamaKu.”

Ia adalah Bapa yang baik. Ia mengijinkanku jatuh. Agar Ia dapat mengangkatku kembali. Agar Aku dapat mengenalNya lebih lagi dan lebih lagi memahami, bahwa Ia tetap tak terkalahkan bahkan oleh kesedihan atau kehilangan, oleh kedukaan, atau keputusasaan, karena atas semuanya itu Dia sudah menang.

Jadi kalau kamu hari ini benar-benar merasa berada di dalam gua yang paling kelam dalam hidupmu, Aku hanya dapat berkata, jangan takut, sebab, kamu tidak pernah benar-benar sendirian. Karena Tuhan ada di sana. Kamu mungkin tidak dapat melihatNya, tetapi Dia melihatmu. Dan Dia peduli. Dia sedang mengulurkan tanganNya sekarang. Dan jika kamu sudah siap, Dia sendiri yang akan membawamu keluar, dan tak akan melepaskanmu lagi untuk selamanya. Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk kamu mengulurkan tangan…


*Dedicated to all my good friends, can't do it without you!^^*

Filosofi Benih dan Tanah.

Posted by Sarah Audrey Christie 20.47

Benih, jika ia jatuh ke tanah yang subur, ia akan tumbuh, meskipun ia tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup, dan meskipun ia jarang disirami. Meskipun tak ada angin, atau lebah-lebah yang membantu penyerbukan. Ia akan tetap tumbuh, apapun yang terjadi. Karena ia adalah benih yang jatuh di tanah yang subur. Jadi ini adalah masalah tanah. Tanahnya memang subur. Masalahnya, kamu dapat saja menghalangi sinar matahari, atau memilih untuk tidak menyirami, dan kamu bisa mengusir lebah-lebah, tetapi kamu tidak bisa menghalangi benih-benih itu jatuh ke tanah yang subur. Paling tidak, angin cukup punya andil dalam hal ini. Dan kamu memang tidak dapat menghalangi angin. Jadi mungkin aku harus berterima kasih pada angin...

Aku Tidak Dapat Melakukannya Sendirian.

Posted by Sarah Audrey Christie 20.43

Tuhan, aku baru sadar, aku tidak dapat melakukan semuanya sendiri.

Aku tidak dapat mengurus hal-hal yang kuhadapi sekarang sendirian, aku tidak dapat menghadapi orang-orang yang harus kuhadapi ini, sendirian.

Aku tidak memiliki pengetahuannya, dan aku tidak mempunyai kemampuannya. Aku melakukan terlalu banyak kesalahan, aku seringkali kehilangan diriku sendiri. Aku sungguh tidak seharusnya mendapat kepercayaan ini. Mungkin Tuhan terlalu tinggi menilai aku. Mungkin ekspektasi Tuhan terlalu besar kepadaku. Aku takut jika aku terus berusaha sendiri, maka sesuatu yang fatal akan terjadi, lalu aku akan menyalahkan diriku sendiri. Dan aku sudah cukup lelah berusaha berpikir secara rasional bahwa semua memang harus terjadi, dan tidak ada satu pun yang terjadi ini yang harus dibebankan kepadaku sebagai sebuah kesalahan, tetapi harus kuhadapi sebagai sebuah tantangan, dan harus kutaklukkan karena aku harus menang. Karena aku memang tidak punya pilihan. Aku harus menang. Itu satu-satunya pilihan.



Tapi aku tidak tahu caranya, ya Tuhan. Aku benar-benar tidak tahu caranya. Bagaimana melalui semua ini dengan tanpa rasa sakit. Tanpa kesalahan. Sempurna dengan nilai A. Karena aku tidak sempurna. Engkau melihat aku dengan jelas dari atas sana, betapa lemahnya dan tak berdayanya aku. Betapa kikuknya aku dalam beberapa hal, betapa tak berpengalamannya dan tak berpengetahuannya aku. Aku sudah menekan diriku untuk belajar, tapi aku tidak tahu apakah otakku cukup cepat menyerap semua pengajaran ini dalam waktu singkat. Aku memeras otak, berusaha tegar, memperpanjang batas kesabaran, tapi pada akhirnya, aku tetap ingin berteriak dan menangis sekeras-kerasnya. Aku tidak ingin orang mendengar. Aku hanya ingin Kau mendengar.

Waktu aku katakan aku tidak kuat, I mean it God. It is beyond my league. Aku harus mengejar untuk melakukan sesuatu yang dipelajari orang selama bertahun-tahun, dan aku harus menjadi mahir dalam beberapa hari. Demi kebaikan, sekali lagi, aku setuju denganMu, ini memang demi kebaikan. Tapi yang aku tidak yakin adalah waktu yang Engkau berikan. Aku tidak yakin itu masuk akal. Tapi lagi-lagi, bagaimana akalku dapat membatasi Engkau, yang melampaui segala akal?

Kau selalu membuatku melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, dan aku tidak menyalahkanMu untuk itu. Sebagai pribadi yang telah menjadikan dunia ini dengan segala keajaibannya, akal tentu bukan ukuran yang Kau pakai dalam menentukan rancangan-rancanganMu. Dan aku tahu Engkau lebih tahu aku daripada diriku sendiri. Sebab Engkau menjadikanku, dan bahkan pikiranku, semuanya dari padaMu. Jadi kalau saat ini Engkau menggunakan aku untuk sesuatu hal yang menurutMu baik, hey, I’m in 100%. There’s no argue in that part.

Dan, syukurlah, di akhir hari ini, dan di akhir segala kepenatanku ini, aku masih percaya Engkau tahu apa yang Kau lakukan. Aku tidak kehilangan keyakinan. Walau di dalam kepalaku sempat berkecamuk beraneka ragam keraguan. Ya, aku tahu, keragu-raguanku terhadap diriku sendiri hanya akan berarti aku meragukan Engkau. Aku cukup yakin Kau tidak begitu menyukai hal itu.

Hanya, aku harus mengakui di hadapanMu, terkadang aku tidak menguasai diriku sendiri. Aku tidak menguasai sekitarku… Dan aku sungguh tidak dapat melakukan semuanya sendiri.

Jadi hal terbaik –dan mungkin yang paling benar – yang dapat kulakukan saat ini, adalah memohon agar aku tidak menghadapi semua ini sendirian. Aku mohon, please be here God, please be by my side. Cause I can’t do it alone. That’s all I’m asking you. Yaaa, sebenarnya bukan itu saja. Lebih tepatnya, itu yang paling aku butuhkan saat ini. A company. A friend. Dalam segala jalanku. Karena aku tak ingin sendirian. Aku tak bisa sendirian. May God (Yes, I mean You, God) be with me.