Sebuah Refleksi Tahun Baru

Posted by Sarah Audrey Christie , Kamis, Desember 31, 2009 22.46

Aku sungguh terharu saat detik demi detik mengajakku meninggalkan tahun 2009. Karena di dalam kesendirian aku diberi kesempatan untuk memutar memori itu kembali, semua yang telah terjadi selama 365 hari perjalananku menempuh 2009. Perjuangan melawan kebebalan dan monarki, adalah yang pertama-tama teringat olehku... Bukan perjuangan yang mudah ketika kita harus berhadapan dengan pikiran-pikiran yang bebal. Bagaimanapun kita ingin membuat perubahan, jika tidak diikuti dengan seia sekata oleh segenap elemen terkait, hanya akan menjadi mimpi indah di siang bolong. Perubahan adalah gerakan bersama. Bukan "Kamu berubahlah, Aku tidak...". Perubahan adalah dampak dari suatu bentuk kesatuan. Termasuk perubahan diri sendiri. Hati dan pikiran harus 'bersatu' jika ingin terjadi suatu perubahan dalam diri. Tapi ketika aku sedang merenungkan sakitnya perjuanganku (dan berdoa dengan sepenuh hati agar aku tidak perlu menghadapinya lagi), Tuhan mengatakan dengan lembut, "Aku ada di sana." Aku pun semakin diliputi haru...

Memoriku pun memutar hal lain dalam kehidupanku, tentang keputusan-keputusanku yang salah... Yang karenanya aku harus berhadapan dengan hari-hari yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya... Hari-hari yang penuh rasa bersalah, rasa kehilangan, sakit hati, rendah diri, amarah yang hampir tidak terkendali, I have to cope with all that. Dan setelah semua perasaan yang menghukum itu, aku tetap tidak merasa lega. Tidak ada yang dapat membuat aku lega, atau merelakan apa yang sudah terjadi, atau mengampuni diriku sendiri, sampai aku mendengar Ia berkata lagi, "Aku ada di sana...", aku pun menangis bahagia, karena aku diyakinkan akan pengampunanNya...

Lalu muncullah dalam memoriku, hal-hal yang seharusnya sudah aku lakukan, tapi akhirnya belum atau baru sebagian, karena proses-proses penundaan yang sistematik. Membanggakan bukan? Ternyata ada yang namanya sistem penundaan... Aku akan melakukan ini, tapi tidak sekarang, karena aku harus melakukan itu dulu. Tapi ternyata 'itu' tidak selesai sampai akhir tahun. Bukan salahku 100 persen memang, itu hanyalah bawaan situasi, tapi, mungkin mengetahui bahwa 'itu' adalah hal yang tidak pernah selesai, maka seharusnya aku memilih untuk melakukan 'ini' dari dulu... Mungkin 'ini' akan selesai lebih dulu. Aku hanya bisa tertunduk malu dalam penyesalanku, hingga dengan lembutnya Tuhan kembali berkata, "Aku ada di sana". Aku pun dibasahi air mata, karena aku tahu maksudNya, karena Ia seolah-olah berkata, "Masih ada kesempatan kedua...". Aku dan Tuhan punya kisah sendiri tentang 'kesempatan kedua'. To me, He is The God of second chances. Karena Dia dan kasihNya, dan pengorbananNya, dan pengampunanNya, kita semua jadi punya kesempatan-kesempatan kedua dalam hidup. Bahkan pergantian tahun pun menandai adanya kesempatan kedua untuk membuat diri dan hidup jadi lebih baik. Dan banyak kejatuhan dalam kehidupanku dan orang-orang yang kukenal dekat, selalu berujung bukan pada penghakiman, tapi justru pada kesempatan kedua, masa yang baru dalam kehidupan. Di mana semua dikembalikan putih dan terserah bagaimana kita mewarnainya kembali dengan bebas. Sungguh, aku hanya dapat melukiskan kebahagiaanku dalam tangisan, atas kebaikan yang kuterima, dalam keadaan tidak layak aku menerimanya atau bahkan memikirkan untuk menerimanya. Aku yakin pasti kita semua merasakan hal yang sama... Belas kasihanNya yang besar, tidak akan pernah aku temukan di mana-mana di atas bumi, karena memang, kasih yang sedemikian hanya datang dari Surga.

Lalu akhirnya, di tengah kegundahanku, aku teringat akan hal-hal yang baik yang telah aku capai di tahun 2009. Hal-hal yang menyenangkan, hal-hal yang memuaskan, hal-hal yang mengharukan. Hal-hal yang melegakan. Hal-hal yang membuatku dapat berkata "aku bahagia". Dan juga orang-orang yang bersamaku di dalamnya, yang membuat itu terjadi, sungguh aku bersyukur memiliki mereka. Keluarga yang siap sedia, sahabat yang melebihi seorang saudara, orang-orang tercinta, partner-partner kerja yang luar biasa, sebuah tim yang hebat. Dan melihat semuanya itu, hatiku mulai tenang, dan perlahan aku mendengar Suara yang lembut itu kembali berkata, "Aku ada di sana", seolah-olah ia merestui kebahagiaanku... Tangisanku kali ini penuh dengan aliran sukacita...

Tuhan, terima kasih karena Engkau selalu ada di sana, di saat aku jatuh, di saat aku berdiri, di saat aku terdesak, di saat aku bebas, di saat-saat yang baik, terlebih di saat-saat yang buruk. Engkau ada di sana. Dalam tangisku, dan dalam tawaku. Dalam kesusahan, dan dalam kemenangan. Engkau ada di sana. Dalam kehilangan, dan dalam kebersamaan. Dalam kesulitan, dan dalam jalan keluar. Dalam prestasi, dan terlebih, dalam keadaan tidak ada yang bisa kubanggakan, sungguh aku bersyukur, karena Engkau ada di sana. Dalam kekuatanku, dalam kelemahanku. Melalui kedahsyatan malam, dan teriknya siang. Dalam badai kehidupan, dan tenangnya lautan. Engkau ada di sana. Dan tidak ada sedetikpun di mana aku tidak melihat kehadiranMu dalam hidupku. Tidak sedetik pun Engkau meninggalkan aku. Atau menelantarkan aku. Selalu Engkau yang turun untuk mengangkatku dari kubangan. Selalu Engkau yang membersihkan lumpur-lumpur kesalahanku. Selalu Engkau yang memandikanku dengan air kehidupan.. Bahkan saat aku tidak dapat melihat jalan ke depan, Aku boleh menjadi tenang, karena Engkau ada di sana. Menuntunku dalam iman.

Dan karena Engkau ada di sana, aku tahu, aku pasti baik-baik saja... Terima kasih Tuhan. Karena Engkau menganggapku berharga di mataMu. Aku bangga memiliki Allah seperti Engkau, Allah yang dapat kupanggil Bapa. Biarlah perenunganku ini akan membawaku ke kehidupan yang jauh lebih baik di 2010. Amin.

Natal dan Hal-hal Yang Menggangguku.

Posted by Sarah Audrey Christie , Minggu, Desember 27, 2009 06.02

Natal… refleksi kasih dan kedamaian yang sejati. Sumber kebahagiaan Kristiani. Perwujudan visi Allah akan penyelamatan umat manusia, bumi dan seisinya. Sungguh sebuah rangkaian fakta yang sepatutnya menenteramkan hati kita. Namun ada beberapa hal yang sangat menggangguku di Hari Natal ini… Hal-hal ini telah membuat tidurku tak tenang sejak beberapa hari. Hal-hal yang boleh dibilang sederhana, tapi menyentuh hati… Ya, hal-hal seperti… kebaikan orang-orang yang tidak dapat kubalas… Kebaikan, yang tidak datang dari orang-orang yang kukenal dengan baik. Tetapi kebaikan yang disampaikan dengan tulus oleh beberapa orang yang belum sempat kukenal lebih dekat. Kebaikan itu telah menjadi hadiah Natal terindah yang pernah diberikan kepadaku selama 26 tahun kehidupanku. Dan itu ternyata tidak diberikan oleh seorang sahabat, tidak diberikan oleh keluarga terdekat, atau seorang mitra dalam pekerjaan. Kebaikan itu diberikan kepadaku dari jauh. Sungguh jauh. Yang saat ini mungkin semakin jauh. Tapi itu hanya masalah jarak dan waktu. Sesungguhnya mereka dekat di hatiku. Di sebuah ruang yang istimewa di dalam lubuk hatiku. Mereka ada di sana. Dan semua kenangan yang hanya beberapa, semua tersimpan rapi, sampai waktunya dibuka lagi. Semoga ada asa, dan ada masa, untuk aku melakukannya.

Hal-hal seperti… tidak dapat mencintai. Ah, itu sangat menggangguku. Seingatku cinta adalah hal pertama yang dicantumkan dalam deklarasi kebebasan manusia. Manusia bebas mencinta. Jadi sudah barang tentu bukan karena tidak boleh mencintai. Tetapi lebih karena cinta yang tidak pada tempatnya. Atau tidak dapat dipertanggung jawabkan keberadaannya, dan kelanjutannya. Sehingga cinta itu tidak berujung pada solusi, tetapi hanya memancing lebih banyak pertanyaan, merangkai lebih banyak kebohongan, menambah tumpukan persoalan yang sudah sama sekali melenceng dari tujuan cinta. Bagaimana pun bebasnya cinta, jika ia tidak dapat dipertanggungjawabkan, hanya akan menjadi beban kehidupan. Jadi oleh pemahaman yang sangat menyeluruh itulah, aku berpendapat aku tidak dapat mencintai. Tapi sekuat-kuatnya pendapatku dan seteguh-teguhnya hatiku, sesungguhnya cintaku berteriak dari kubur masa laluku. Karena ia belum waktunya mati. Tanah-tanah kebijaksanaan dan janji-janji masa depan yang berusaha keras menguburnya pun tidak dapat menahan gelora cintaku. Ia berteriak kepadaku dari tempat aku memendamnya dalam-dalam. Dan aku masih dapat mendengarnya dengan jelas. Tidak terlalu jauh gaungnya untuk aku mendengar betapa tidak puasnya cinta ketika kusuruh dia pergi dan mati. Tapi apa yang harus aku lakukan? Memang tidak adil bagi cinta bahwa ketika ia baru berbunga, ia harus dicabut dari akarnya. Tapi apakah adil pula bagiku untuk memeliharanya tanpa ada arah dan tujuan dalam kehidupan? Jika nanti bunga-bunganya bermekaran, siapa yang akan mengagumi indahnya? Siapa yang akan memetik dan mencium harumnya? Tidak ada? Bukankah cinta akan semakin menderita jika ia tumbuh tanpa ibu dan ayahnya?

Dan ya, hal-hal lain yang lebih sederhana… seperti mengapa tidak turun salju di negeri kita (aku sangat menginginkannya!), dan mengapa liburan ini aku akhirnya memutuskan untuk tidak ke mana-mana, padahal liburan sepanjang ini adalah seperti oasis di gurun Sahara. Dan aku bukan kaktus yang memang penghuni gurun, tetapi Mawar yang hampir mati kekurangan suplai mata air ketenangan, kebebasan, dan nikmatnya bersantai. Tapi toh dengan semangat kepahlawanan, aku memutuskan untuk tetap tinggal di tempat aku berada sekarang, sebagai bentuk dedikasiku bagi pekerjaan. Dedikasi yang konyol.

Tapi terlebih dari hal-hal yang menggangguku itu, aku bahagia karena Natal kali ini, aku tahu pasti, Ia Yang Mahatinggi itu Mahatahu. Ia melihat kedalaman hatiku. Ia sudah membaca semua sebelum aku membuka halaman demi halamannya. Ia tahu bagaimana rasanya. Ia pernah ada di sana. Dan kali ini, tidak seperti dulu Ia ditinggalkan oleh leluhur kita manusia, ketika Ia harus digantung di kayu salib hingga hilang nyawaNya, tidak, kali ini, Ia tidak meninggalkanku. Sejauh-jauhnya aku pergi, Ia ada di sana. Dan karena oleh kasihNya yang sangat dapat dipertanggungjawabkan, Ia turun ke dunia, memenuhi tujuanNya sebagai manusia jelata, lahir dalam kesederhanaan untuk sebuah tujuan kemuliaan, dan lalu, setelah semua itu dilakukanNya dengan sempurna, aku jadi boleh memanggilNya Bapa… Sebuah hadiah Natal yang terindah bagi segenap umat manusia. Sebuah kesempatan kedua. Sebuah kehidupan baru. Dan seorang Bapa, yang tidak dapat melakukan selain yang terbaik bagi anakNya. Untuk itu semua, aku rasa, aku dapat sejenak melupakan hal-hal yang menggangguku tadi. Sejenak meletakkannya di samping, dan sejenak kembali memusatkan pikiranku pada hal yang terpenting. Yakni betapa besarNya kasih Allah bagi kita. Dan dalam sejenak perenunganku ini aku memanjatkan rasa syukurku karena aku dapat menikmati kebahagiaan Natal sembari melihat kasihNya yang mengalir bagiku dari segenap penjuru alam. Bahkan udara, air, sinar, lempengan-lempengan bumi, dan segala kekuatan alam ikut merayakan kebesaran kuasaNya, memuji-muji Dia dan menyorakkan namaNya yang ajaib, Yesus. Ia telah lahir.

Kelembutan Hati Seorang Wanita

Posted by Sarah Audrey Christie , Senin, Agustus 24, 2009 02.49

Saat ia ingin berkata-kata, ia diam
Saat ia ingin marah, ia bersabar dalam keheningan
Saat ia ingin menangis, ia tertawa
Saat ia direndahkan, ia mengucap syukur
Saat ia ditinggalkan, ia menunggu untuk kembali
Saat ia dihina, ia mencinta
Saat ia disakiti, ia mengampuni
Saat ia ingin pergi, ia menunggu meski tak pasti
Saat ia ingin berhenti, ia berlari
Saat ia lelah, ia tak menyerah
Saat ia ragu-ragu, ia bertahan
Saat putus asa, ia berdoa

Wanita, lebih lembut daripada cinta
Mulia dalam ketidakmuliaan
Keindahan yang terasing bagai mutiara
Siapakah yang akan menemukannya?

Doa untuk Callista.

Posted by Sarah Audrey Christie , Minggu, Agustus 23, 2009 06.53

Aku berdoa untuk Callista,
Keponakanku yang pertama.
Agar saat malam tiba
Tuhan yang menimangnya
Menyanyikan lagu kemuliaan,
Menceritakan tentang kehidupan
Membisikkan nilai kebaikan
Memperkenalkan tentang cinta.

Dan saat pagi
Tuhan membangunkannya
Canda dan tawa Allah mencerahkan mata kecilnya
Malaikat-malaikat melagukan harmoni
Agar si kecil turut menyanyi
Tentang kebesaranNya yang tak terkira
Di atas bumi, terukir megah di cakrawala

Dan aku berdoa agar Callista
Dalam cengkeramanya dengan Bapa,
Lantas Bapa pun bercerita…
Tentang kebaikan, kebenaran, dan kasih, dan cinta,
Dan kami… yang terhilang dari memori.
Agar apa yang dihapuskan ditulis kembali.
Dalam kehidupannya, dalam kehidupannya.

Bapa sampaikanlah pada Callista,
Salam dari kami yang mencinta.
Kalau ia bahagia,
Kami bahagia.

Arti Kesabaran.

Posted by Sarah Audrey Christie , Sabtu, Februari 07, 2009 00.27

Kesabaran adalah kemampuan untuk menghadapi pengulangan, dan melaluinya.

Pengulangan sikap-sikap yang kurang menyenangkan, pengulangan waktu-waktu penantian, pengulangan cercaan dan hinaan, pengulangan ujian demi ujian, pengulangan masalah-masalah lama, pengulangan keragu-raguan dari orang-orang yang memandang kita sebelah mata. Pengulangan perlawanan orang-orang yang tak dapat menerima nasihat kita. Pengulangan pengkhianatan dari mereka yang menyayangi kita. Pengulangan kesalahan-kesalahan yang menyebalkan, pengulangan kegagalan dalam kehidupan, pengulangan kelalaian orang-orang yang kita harapkan tidak melakukannya. Pengulangan pilihan-pilihan yang salah. Pengulangan perjumpaan dengan orang-orang yang tidak menyenangkan. Pengulangan rasa lelah yang berkepanjangan. Pengulangan pengajaran Allah atas kebebalan kita. Pengulangan, meningkatkan kesabaran. Karena itu saya akan mengulangi nasihat saya dengan berulang... Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Sabar... Sabar......... Sabar. Pengulangan meningkatkan kesabaran.