Natal dan Hal-hal Yang Menggangguku.

Posted by Sarah Audrey Christie , Minggu, Desember 27, 2009 06.02

Natal… refleksi kasih dan kedamaian yang sejati. Sumber kebahagiaan Kristiani. Perwujudan visi Allah akan penyelamatan umat manusia, bumi dan seisinya. Sungguh sebuah rangkaian fakta yang sepatutnya menenteramkan hati kita. Namun ada beberapa hal yang sangat menggangguku di Hari Natal ini… Hal-hal ini telah membuat tidurku tak tenang sejak beberapa hari. Hal-hal yang boleh dibilang sederhana, tapi menyentuh hati… Ya, hal-hal seperti… kebaikan orang-orang yang tidak dapat kubalas… Kebaikan, yang tidak datang dari orang-orang yang kukenal dengan baik. Tetapi kebaikan yang disampaikan dengan tulus oleh beberapa orang yang belum sempat kukenal lebih dekat. Kebaikan itu telah menjadi hadiah Natal terindah yang pernah diberikan kepadaku selama 26 tahun kehidupanku. Dan itu ternyata tidak diberikan oleh seorang sahabat, tidak diberikan oleh keluarga terdekat, atau seorang mitra dalam pekerjaan. Kebaikan itu diberikan kepadaku dari jauh. Sungguh jauh. Yang saat ini mungkin semakin jauh. Tapi itu hanya masalah jarak dan waktu. Sesungguhnya mereka dekat di hatiku. Di sebuah ruang yang istimewa di dalam lubuk hatiku. Mereka ada di sana. Dan semua kenangan yang hanya beberapa, semua tersimpan rapi, sampai waktunya dibuka lagi. Semoga ada asa, dan ada masa, untuk aku melakukannya.

Hal-hal seperti… tidak dapat mencintai. Ah, itu sangat menggangguku. Seingatku cinta adalah hal pertama yang dicantumkan dalam deklarasi kebebasan manusia. Manusia bebas mencinta. Jadi sudah barang tentu bukan karena tidak boleh mencintai. Tetapi lebih karena cinta yang tidak pada tempatnya. Atau tidak dapat dipertanggung jawabkan keberadaannya, dan kelanjutannya. Sehingga cinta itu tidak berujung pada solusi, tetapi hanya memancing lebih banyak pertanyaan, merangkai lebih banyak kebohongan, menambah tumpukan persoalan yang sudah sama sekali melenceng dari tujuan cinta. Bagaimana pun bebasnya cinta, jika ia tidak dapat dipertanggungjawabkan, hanya akan menjadi beban kehidupan. Jadi oleh pemahaman yang sangat menyeluruh itulah, aku berpendapat aku tidak dapat mencintai. Tapi sekuat-kuatnya pendapatku dan seteguh-teguhnya hatiku, sesungguhnya cintaku berteriak dari kubur masa laluku. Karena ia belum waktunya mati. Tanah-tanah kebijaksanaan dan janji-janji masa depan yang berusaha keras menguburnya pun tidak dapat menahan gelora cintaku. Ia berteriak kepadaku dari tempat aku memendamnya dalam-dalam. Dan aku masih dapat mendengarnya dengan jelas. Tidak terlalu jauh gaungnya untuk aku mendengar betapa tidak puasnya cinta ketika kusuruh dia pergi dan mati. Tapi apa yang harus aku lakukan? Memang tidak adil bagi cinta bahwa ketika ia baru berbunga, ia harus dicabut dari akarnya. Tapi apakah adil pula bagiku untuk memeliharanya tanpa ada arah dan tujuan dalam kehidupan? Jika nanti bunga-bunganya bermekaran, siapa yang akan mengagumi indahnya? Siapa yang akan memetik dan mencium harumnya? Tidak ada? Bukankah cinta akan semakin menderita jika ia tumbuh tanpa ibu dan ayahnya?

Dan ya, hal-hal lain yang lebih sederhana… seperti mengapa tidak turun salju di negeri kita (aku sangat menginginkannya!), dan mengapa liburan ini aku akhirnya memutuskan untuk tidak ke mana-mana, padahal liburan sepanjang ini adalah seperti oasis di gurun Sahara. Dan aku bukan kaktus yang memang penghuni gurun, tetapi Mawar yang hampir mati kekurangan suplai mata air ketenangan, kebebasan, dan nikmatnya bersantai. Tapi toh dengan semangat kepahlawanan, aku memutuskan untuk tetap tinggal di tempat aku berada sekarang, sebagai bentuk dedikasiku bagi pekerjaan. Dedikasi yang konyol.

Tapi terlebih dari hal-hal yang menggangguku itu, aku bahagia karena Natal kali ini, aku tahu pasti, Ia Yang Mahatinggi itu Mahatahu. Ia melihat kedalaman hatiku. Ia sudah membaca semua sebelum aku membuka halaman demi halamannya. Ia tahu bagaimana rasanya. Ia pernah ada di sana. Dan kali ini, tidak seperti dulu Ia ditinggalkan oleh leluhur kita manusia, ketika Ia harus digantung di kayu salib hingga hilang nyawaNya, tidak, kali ini, Ia tidak meninggalkanku. Sejauh-jauhnya aku pergi, Ia ada di sana. Dan karena oleh kasihNya yang sangat dapat dipertanggungjawabkan, Ia turun ke dunia, memenuhi tujuanNya sebagai manusia jelata, lahir dalam kesederhanaan untuk sebuah tujuan kemuliaan, dan lalu, setelah semua itu dilakukanNya dengan sempurna, aku jadi boleh memanggilNya Bapa… Sebuah hadiah Natal yang terindah bagi segenap umat manusia. Sebuah kesempatan kedua. Sebuah kehidupan baru. Dan seorang Bapa, yang tidak dapat melakukan selain yang terbaik bagi anakNya. Untuk itu semua, aku rasa, aku dapat sejenak melupakan hal-hal yang menggangguku tadi. Sejenak meletakkannya di samping, dan sejenak kembali memusatkan pikiranku pada hal yang terpenting. Yakni betapa besarNya kasih Allah bagi kita. Dan dalam sejenak perenunganku ini aku memanjatkan rasa syukurku karena aku dapat menikmati kebahagiaan Natal sembari melihat kasihNya yang mengalir bagiku dari segenap penjuru alam. Bahkan udara, air, sinar, lempengan-lempengan bumi, dan segala kekuatan alam ikut merayakan kebesaran kuasaNya, memuji-muji Dia dan menyorakkan namaNya yang ajaib, Yesus. Ia telah lahir.

0 Response to "Natal dan Hal-hal Yang Menggangguku."